Tahun ini aku berkesempatan mengikuti dan berpartisipasi dalam acara tahunan Festival Adventure Indonesia, yang mengambil lokasi di Alor. Mungkin banyak yang belum tahu sebenarnya Alor itu ada di mana. Pulau ini terletak di ujung timur Kepulauan Nusa Tenggara, merupakan salah satu dari 92 pulau terluar Indonesia, karena langsung berbatasan langsung dengan Timor Leste, dengan ibu kota kabupaten nya adalah Kalabahi.
Merasa beruntung saat ikut trip kali ini dan secara kebetulan pilihan aku tidak salah, PHOTOGRAFI. Meskipun aku nya juga nggak terlalu jago dalam mengambil foto, tapi dalam perjalanan selama 4 malam 5 hari, banyak pengalaman yang aku dapat. Bertemu dengan kawan baru, mengalami konfliks yang melibatkan beberapa pihak sehingga dari sana bisa belajar karakter banyak orang, tapi yang terpenting dari ALOR aku mendapatkan hasil foto yang berbeda dari biasanya.
Mengapa aku bilang berbeda dari biasanya? Jawaban nya adalah: setelah balik ke Jakarta dan membongkar tas kamera serta memindahkan foto foto yang ada di dalam nya, sempat tertegun karena mendapat banyak foto wajah dari masyarakat asli dan langsung mempunyai ide untuk membuat postingan ini.
Balutan Ekspresi Wajah Alor dalam jepretan kamera Koper Traveler, “sedikit kalimat yang aku utarakan tetapi guratan wajah akan lebih memberikan makna”.
Desa Latifui, merupakan desa adat di sebelah barat kota Kalabahi, jaraknya sekitar belasan kilometer dari pusat kota, merupakan desa adat yang jadi kunjungan pertama aku ketika sampai di Alor, dan di sinilah aku mulai menemukan beberapa ekspresi yang mewakili kearifan lokal dan sebuah harapan untuk Alor di masa depan.
 |
Senyum Manis Gadis Desa Latifui
|
 |
Generasi Muda |
 |
Wajah Lugu Latifui |
Desa Adat Kabola, dimana masyarakat lokal di sini masih menggunakan baju dari bahan kulit kayu, di sini aku kembali menemukan sebuah keceriaan
 |
Gadis Kecil Kabola, layak nya seorang Model |
 |
Wajah Tersenyum Seorang Kakek |
Desa Adat Luba, desa adat yang jaraknya cukup jauh, awalnya hampir kita batalin, tapi karena mengingat bahwa sudah dipersiapkan maka akhirnya pergi juga. Tapi justru di sini aku semakin terharu dengan ketulusan penyambutan masyarakat desa yang sampai membuka jalan secara swadaya supaya kita tidak perlu berjalan kaki mendaki terlalu jauh. Terimakasih Kawan
 |
Tak Lekang oleh Usia |
 |
Di balik Rambut Reggae |
 |
Semangat Pemuda Luba |
 |
Belajar Tentang Hidup |
Pulau Pura, dengan menggunakan kapal boat melintasi lautan aku bisa sampai di pulau ini, masyarakat yang masih sulit untuk mendapatkan air tawar dan harus menimba air jauh dari rumah dan lokasinya pun harus turun naik, tapi tidak ada sedikitpun kata mengeluh, tetapi tetap bersyukur masih bisa menikmati air bersih
 |
Siapa kamu? Kira kira itu yang ada dalam benak si kecil |
 |
Hadapi semua dengan Senyuman |
Selain tempat yang sengaja memang aku kunjungi, ada juga beberapa tempat yang aku lewati dan bertemu dengan beberapa sosok yang sedikit bisa memberikan gambaran profesi masyarakat Alor yang tentunya bukan kantoran, tapi justru di situ mata kita terbuka bahwa di luar kota metropolitan dimana kita tinggal ada dunia lain yang juga indah.
 |
Penombak Ikan |
 |
Gadis Penenun |
 |
Penjual Tembakau |
Empat malam Lima hari bercengkrama dengan beberapa teman di Alor, semuanya jadi sebuah kenangan, sebuah perjalanan yang membuat aku semakin bersyukur bahwa di luar sana masih ada dan banyak orang yang bisa tersenyum dengan tulus, menyambut kedatangan kita bukan semata karena bisnis, dan menyadarkan aku untuk selalu melangkah dan membagikan pengalaman yang aku dapat melalui cerita.
Foto terakhir ini sebagai penutup cerita ini, sengaja aku tidak beri caption. Jika kalian sempat membaca catatan perjalanan aku, coba berikan caption buat foto ini.
Kohar, kira2 tahun depan bakal ada undangan ke Alor gak ya.. 😉
#kodekeras
#mupenglihatfotofotonya
kak Gio, tahun depan kita labuan bajo. #pdabissss
Wah tulisan diatas sangat bermanfaat. Membuka mata saya, kalau ekspresi wajah marah sama senyum beda-beda tipis hehe
Mas Iwan, terimakasih banyak sudah mampir ke blog saya, dan semoga kita masih bisa mendapat banyak senyum yang tulus dari kearifan lokal