Solo, the spirit of Java

4
1936
Processed with VSCO with a7 preset

Aku: Solo? Yah aku mau ke Solo. Emang kenapa?
Teman: Berapa hari?
Aku: Menginap 2 malam di sana?
Teman: Haaaa 2 malam, ngapain aja kamu di sana, palingan kuliner sehari juga udah cukup…

Pembicaraan lewat telpon antara Aku dengan teman, notabene sama sama belum tahu tentang Solo yang dikenal juga dengan nama Surakarta, jadi menggantung begitu saja, tapi di benak aku jadi pikiran juga, ngapain aja ya nanti di Solo. Untung nya, karena ada beberapa teman yang memang berasal dari kota Solo dan mereka meyakinkan aku bahwa banyak yang bisa diexplore selama waktu itu, setidaknya membuat aku lebih tenang. Oiya, aku menginap di The Royal Surakarta Heritage, juga hasil rekomendasi dari teman yang sudah promosi dari jauh hari, kalau hotel ini bagus dan katanya aku bisa merasakan suasana Solo yang sebenar nya.

Day 1
Hari masih tidak terlalu siang, ketika Mbak Ajeng dan Mas Gilang (teman setia aku selama di solo yang sekaligus menjadi petunjuk jalan dan “teman curhat” upsss salah maksudnya teman ngobrol hehe) memberitahu kalau sudah siap ngantar aku jalan jalan. Dengan semangat aku bergegas masuk ke dalam mobil yang didalam nya sudah ada mereka berdua, senyum manis mengembang dan satu kalimat dalam hati terucap “I am ready”
Selama perjalanan menuju lokasi wisata aku memperhatikan moda transportasi yang melintas di samping mobil yang aku tumpangi dan ada satu yang menarik perhatian, yaitu bus tingkat bewarna merah berukuran besar layaknya bus umum tapi dari fisiknya sudah nampak kalau ini untuk wisata keliling kota Solo juga seperti yang aku pernah liat di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini juga dibenarkan oleh Mbak Ajeng, dimana bus yang punya nama Werkudara ini siap mengantar kalian yang ingin berkeliling kota Solo dengan jangkauan sampai ke Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Kampung Batik, Museum Radya Pustakawan dan sejumlah tempat lain nya. Beroperasi sejak tahun 2011 dan kalau kalian pengen mencoba, tiket nya juga dijual untuk per orang dan bahkan bisa disewa untuk private tour jika memang dalam bentuk group. Dari sini aku semakin yakin, kalau Solo tidak hanya satu hari sudah selesai hehe…

Bus Tingkat Werkudara
Bus Tingkat Werkudara

Mobil berhenti di pelataran parkir yang luas, aku sampai di tempat wisata pertama yaitu Pura Mangkunegaran, merupakan bangunan bersejarah yang dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunegara I, bangunan mirip keraton tetapi tidak memiliki alun alun dan pohon beringin, tetapi dilengkapi dengan pendopo, pringgitan, dalem dan kaputran yang dikelilingi oleh tembok. Aku berkeliling sambil mendengarkan penjelasan dari Mbak Endang yang jadi guide lokal dari pura ini, bangunan yang terbagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan fungsinya. Banyak barang barang berharga seperti patung patung besar, marmer dari luar negeri dan pada sebagian dinding terpasang foto foto keluarga dari Mangkunegara, juga ornamen batik menjadikan tempat ini semakin indah. Perlu waktu sekitar satu jam lebih untuk bisa menjelajah semua ruangan yang ada di Pura Mangkunegaran
Pura Mangkunegaran
Pura Mangkunegaran

Sebenarnya masih betah juga di dalam lingkungan pura, tapi nggak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang dan perut kami sudah mulai keroncongan, apalagi diberitahu bahwa tujuan berikutnya setelah makan siang ada trekking nya, wah harus makan banyak nih hehe…perjalanan menuju tempat makan tidak terlalu jauh. Kami tiba di sebuah rumah yang dari depan tidak terlalu nampak seperti restaurant tapi lebih kayak galery, karena terlihat vintage banget dengan perabotan yang serba antik dan kuno, nama tempat nya Omah Selat. Memilih tempat duduk yang rada ke dalam, sehingga secara tidak langsung bisa melihat semua ruangan yang ada di sini, nyaman dan terasa berada di rumah masa kecil dulu, pajangan yang ada mengingatkan aku akan hal tersebut. Memilih menu adalah hal bikin bingung, melihat gambar nya saja langsung menelan ludah, rasanya pengen aku pesan semua, sampainya akhirnya aku memesan Selat Solo, Sop Penganten dan minuman seperti biasa es teh, tapi ama Mas Gilang diberitahu harus coba snack semacam lumpia mayonaise, kekenyangan nggak ya? Tapi aku tetap mengganguk aja tanda mau.
Omah Selat
Omah Selat

Kebiasaan buruk nih alias penyakit bawaan, kalau habis makan kenyang dan kena AC langsung ngantuk hehe, tapi lagi lagi keberuntungan memihak kami semua, karena kunjungan berikutnya adalah sebuah candi yang bernama Candi Cetho berada di Karanganyar yang berjarak kurang lebih satu jam dari kota Solo. Untuk sampai di sini, melewati keindahan kebun teh yang sekilas nampak kita sedang berada di Puncak, suasana nya asri dan hawa pegunungan juga terasa sekali, sesekali aku membuka jendela untuk merasakan kesejukan alam dan malah lupa akan rencana tidur. Mobil melewati jalan tanjakan yang cukup tinggi dan menuju lokasi yang tepat nya di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Candi Cetho sering dimanfaatkan aleh masyarakat setempat sebagai tempat ziarah atau tempat pemujaan. Tapi saat aku masuk ke kompleks candi dan naik sampai ke bagian atas, justru terlihat banyak pengunjung yang berpasangan alias pacaran. Bangunan candi ini dibangun pada tahun 1842, banyak simbol simbol yang bisa dilihat di dalam nya dan sayang nya beberapa arca yang ada dilokasi ini sudah tidak sempurna bentuknya
Candi Cetho
Candi Cetho

Tidak jauh dari lokasi Candi Cetho, ada sebuah candi lagi yang memang dari sisi kepopuleran seakan tenggelam, namanya Candi Kethek yang arti dalam bahasa Indonesia nya Candi Kera, tapi saat aku sampai di lokasi tidak menemukan seekor kera pun dan bangunan candi pun tidak ada unsur binatang tersebut, bangunan candi bebatuan dengan beberapa tingkatan sampai ke puncak nya. Akses jalan menuju candi ini memang masih kurang sempurna, karena sebagian masih dalam bentuk tanah bebatuan, dan tentunya jika musim hujan akan sulit untuk dilewati, meskipun dalam ukuran jarak tidak terlalu jauh. Beruntung saat aku ke sini, meskipun cuaca rada sedikit mendung tapi hujan masih menggantung.
Candi Kethek
Candi Kethek

Balik dari Candi Kethek, ada jalanan persimapangan yang aku lewati dan ternyata masih ada satu lagi lokasi wisata yang bernama Puri Taman Saraswati. Selain sebagai tempat wisata, juga berfungsi sebagai tempat ibadah umat Hindu. Yang menjadi daya tarik adalah keindahan patung Dewi Saraswati yang berada di tengah taman, dan konon khabarnya patung ini didatangkan langsung dari Gianyar Bali. Dalam ajaran agama Hindu, Dewi Saraswati adalah dewi yang berparas cantik dengan perilaku yang lemah lembut, memakai busana yang indah dan berdiri di atas bunga padma. Suasana di lokasi ini sangat nyaman, karena terasa sejuk dan membuat aku dan teman teman sejenak melepaskan rasa lelah sehabis berjalan dari dua candi
Puri Taman Saraswati
Puri Taman Saraswati

Tak terasa hari menjelang senja, kawasan Candi Cetho makin dingin karena kabut sudah mulai turun dan hari mulai gelap, kami memutuskan kembali ke kota Solo untuk beristirahat dan mempersiapkan acara jalan jalan buat besok. Malam ini sampai 2 hari ke depan aku akan tinggal di Hotel Royal Surakarta Heritage

Day 2
Sekitar pukul 07.00 pagi aku sudah berada di Restoran Srikandi untuk menikmati sarapan dan bersiap untuk aktifitas yang sudah terjadwal dengan rapi seharian ini.
Tepat 08.30 aku bersama teman teman dari Royal Surakarta Heritage yaitu Pak Agus, Mbak Ajeng, Mas Gilang sudah bersiap di depan lobby hotel, acara sampai siang nanti adalah bersepeda mengelilingi Surakarta dan Sukoharjo dengan didampingi guide lokal yang memang sudah biasa membawa tamu tamu mancanegara.
Tujuan pertama dari jalan jalan dengan sepeda ini mengantarkan aku pada tempat dimana pembuatan wayang kulit dan gamelan dibuat, jarak nya tidak jauh dari Hotel dan masih di dekat Keraton Surakarta, di sini kita bisa melihat proses pembuatan wayang kulit dan gamelan yang dikerjakan dengan cara tradisional. Nama tempat nya Balai Agung, Kerajian Wayang Kulit dan Gamelan yang berada di Alun Alun Keraton Surakarta.

Kerajinan Wayang Kulit Balai Agung
Kerajinan Wayang Kulit Balai Agung

Kerajinan Gamelan Balai Agung
Kerajinan Gamelan Balai Agung

Dari lokasi ini kami melanjutkan perjalanan dan berhenti sejenak di sebuah bangunan yang merupakan peninggalan jaman Belanda, tapi cukup menarik dari tulisan yang terpampang di atasnya Kantoor-Bondoloemakso– Anno 1917, tapi sayang nya kita tidak bisa masuk ke dalam.
Kantoor Bondoloemaksa
Kantoor Bondoloemaksa

Kembali mengayuh sepeda ku, melintasi jalanan perkotaan sampai masuk ke perkampungan dan pada akhirnya bisa melihat secara langsung sungai yang terkenal karena lagu ciptaan Gesang berjudul Bengawan Solo, tanpa sengaja akupun bersenandung menyanyikan lagu tersebut, dan ternyata aku dan teman yang lain nya mendapat sebuah pengalaman unik yaitu menyeberang sungai Bengawan Solo dengan menggunakan moda transportasi yang diberi nama Gethek, dimana sebuah kapal kayu cukup besar yang digunakan untuk menyeberang dan sebagai penghubung antara Surakarta dan Sukoharjo. Hebatnya, semua sepeda bisa dinaikkan ke atas kapal dan bapak yang menarik kapal itu sudah berpengalaman melawan arus sungai yang kadang cukup deras.
Kapal Gethek
Kapal Gethek

Selepas penyeberangan di sungai, aku semakin bisa merasakan suasanan pedesaan yang nyaman, tenang dan asri. Tidak jauh dari lokasi tempat kita turun dari kapal, aku diajak mampir ke sebuah rumah yang merupakan tempat pembuatan krupuk gendar yang biasa dibilang juga krupuk nasi. Pemilik home industri ini sangat ramah dan menyambut kita dengan gembira, secara langsung bisa melihat proses dari awal sampai bisa menikmati krupuk yang sudah digoreng.
Krupuk Gendar
Krupuk Gendar

Mencicipi beberapa krupuk gendar ditambah dengan beberapa teguk air mineral, memberikan tambahan energi untuk mengayuh sepeda kembali, tujuan berikutnya adalah ke Palu Gongso, merupakan tempat pembuatan gamelan, tetapi sedikit beda dengan yang awal aku kunjungi, di sini kita bisa melihat proses nya sejak dari awal mulai persiapan pembuatan bahan sampai jadi sebuah gamelan. Oiya, terpikir di benak aku bahwa sebenarnya untuk menimbulkan rasa cinta terhadap kultur dan budaya bisa dengan cara ini, karena dengan menyaksikan secara langsung, kita bisa lebih menghargai dan mencintai apa yang harusnya dilestarikan dan jangan sampai hilang dimakan jaman.
Proses Pembuatan Gamelan
Proses Pembuatan Gamelan

Separuh perjalanan sudah dilalui, cuaca cerah sejak pagi tadi tak membuat aku kecapekan, justru yang ada sebuah pengalaman yang belum pernah aku dapatkan selama ini bisa diperoleh di sini. Perlahan aku melewati jalanan yang tidak terlalu ramai, sampai melihat sesuatu yang menarik di pinggir kiri jalan. Dimana lembaran kain putih digantung melebar sedang dijemur, dan dijelaskan oleh guide nya, ternyata ini adalah bahan kain batik, aku menyempatkan mampir sebentar untuk mengambil gambar dan semakin tertegun, ternyata lokasi pembuatan kain batik ini di sebelah rel kereta api yang masih aktif digunakan, ini sebuah pemandangan unik.
Kain Batik dan Rel Kereta Api
Kain Batik dan Rel Kereta Api

Hari semakin siang masih ada dua tempat yang aku harus kunjungi, yaitu tempat pembuatan alkohol yang berasal dari ampas tebu dan satu lagi yang membuat aku sedikit kaget, karena di Solo juga terdapat pabrik pembuatan kok yang merupakan bola untuk olahraga bulutangkis, beberapa merk dibuat atas pesanan klub klub tertentu dan sudah pasti ini standard kualitas yang bagus.
Proses Pembuatan Alkohol
Proses Pembuatan Alkohol

Bahan Kok
Bahan Kok

Acara bersepeda selesai sekitar pukul 13 siang, tapi sebelum kembali ke hotel, kami menuju satu kedai pinggir jalan yang menjual minuman es kelapa muda. Banyak yang didapat dari pagi hingga siang ini, dan membuka wawasan aku bahwa Solo punya potensi home industri yang nggak kalah dengan kota kota lain yang ada di Indonesia. Dan satu hal lagi, dengan bersepeda melintasi jalan jalan pedesaan, semakin bisa merasakan the spirit of java yang memang jadi tagline dari kota Solo.
Suasana Pedesaan
Suasana Pedesaan

Di perkotaan sulit menemukan pemandangan ini
Di perkotaan sulit menemukan pemandangan ini

Menikmati Es Kelapa Muda
Menikmati Es Kelapa Muda

Perut sudah mulai memberikan alarm untuk diisi, saat nya balik ke hotel untuk menikmati makan siang dan beristirahat sejenak dan membersihkan diri dari keringat.
Sore sekitar pukul 15.30 aku sudah kembali siap untuk mengenal kota Solo lebih jauh lagi, kali ini dengan menggunakan mobil hotel aku diajak untuk mampir ke Laweyan, merupakan tempat yang dikenal sebagai kampung batik di mana sepanjang jalan mulai dari depan kampung sampai ke dalam semua warganya mempunyai usaha batik. Beragam jenis batik mulai dari bahan kain sampai yang sudah dioalh bisa ditemukan di sini, dan jenis batik seperti batik tulis, batik printing semuanya ada. Yang jadi pemandangan unik di sini adalah tembok semacam pagar masing masing rumah dibuat tinggi, menurut cerita lalu hal tersebut terjadi karena adanya persaingan antara para pengusaha batik dan tidak mau design nya diketahui orang lain
Kain Batik dalam proses penjemuran
Kain Batik dalam proses penjemuran

Sebelum balik ke hotel, aku diajak mampir ke rumah Pak Saimono Agus Subiantoro yang akrab dipanggil Pak Agus, sosok pria yang membuat aku kagum karena dedikasi nya terhadap pelestarian pembuatan wayang kulit, berbincang dengan beliau yang beberapa kali mendapat penghargaan sehubungan dengan keahlian nya dan komitmen untuk terus berkarya dan melestarikan budaya, membuat aku semakin sadar bahwa budaya Indonesia harus ada penerusnya dan harus mulai sejak dini ditanamkan kepada generasi muda.
Alat yang digunakan untuk membuat Wayang
Alat yang digunakan untuk membuat Wayang

Day 3
Wah udah waktunya aku harus balik ke Jakarta, tak terasa ini hari ketiga aku di kota Surakarta yang lebih dikenal dengan sebutan Solo, rasanya pengen segera ketemu teman aku dan menceritakan semuanya secara langsung sebelum tulisan ini aku posting, bahwa lain kali kalau ke Solo jangan hanya sehari tapi menginaplah beberapa hari, karena Solo tak sekedar kuliner hehe…
Bahkan hari ini sebelum menuju ke Bandara, aku masih diajak mengunjungi beberapa tempat, yang pertama adalah Keraton Surakarta Hadiningrat, merupakan istana resmi Kasunanan Surakarta, didirikan tahun 1744 oleh Pakubuwana II. Memasuki kompleks keraton, ada bagian yang tidak boleh dilintasi dan nampak pemandangan yang unik di beberapa bagian ruangan, di mana terlihat lampu gantung atau pilar yang dibungkus kain kuning, dan penutup itu baru dibuka jika ada acara acara tertentu. Banyak barang barang yang dipajang berasal dari beberapa negara lain yang sampai saat ini masih terawat dengan baik. Perlu beberapa waktu untuk berkeliling di keraton ini, banyak cerita sejarah yang terekam di dalam nya, dan untuk lengkapnya aku akan cerita detail di blogpost lanjutan, jadi ditunggu aja ya

Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton Surakarta Hadiningrat

Dari Keraton, mobil bergerak menuju Jalan Urip Sumoharjo dengan tujuan buat mampir sebentar ke Pasar Gede yang dalam bahasa Indonesia artinya Pasar Besar, merupakan pasar tradisional yang berada di kawasan Pecinan, sehingga tidak asing lagi buat warga Solo, pada saat menjelang imlek dan tiba waktunya perayaan, di daerah ini ramai sekali dengan pajangan lampion di sepanjang jalanan sekitarnya, dan beruntung juga aku bisa melihat secara langsung persiapan yang sudah dilakukan menyambut acara tersebut
Pasar Gede
Pasar Gede

Waktu sudah semakin dekat dengan jam penerbangan yang pesan, tapi aku berusaha memanfaatkan semaksimal mungkin untuk melengkapi kunjungan aku, termasuk sebelum ke bandara aku menyempatkan mampir sebentar ke Pasar Triwindu yang berada di jalan Gatot Subroto, merupakan pasar yang menjual barang barang antik mulai dari hiasan sampai alat elektronik jaman kuno. Pokok buat siapa yang ingin menambah koleksi barang antik silakan mampir ke sini.
Pasar Triwindu
Pasar Triwindu

Akhirnya, aku benar benar harus segera meluncur ke Bandara, karena waktunya sudah mepet dan aku masih belum melakukan check in, sekali lagi aku katakan banyak kenangan dan pengalaman yang didapat selama di kota Solo, dan yang pasti lebih membuka mata sekaligus membuka hati terutama terhadap kelestarian kultur dan budaya Indonesia terutama adat Jawa, seperti contohnya Wayang dan Gamelan, berharap ada generasi muda yang mau tergerak untuk terjun atau mendalami serta mewarisi keahlian yang dimiliki oleh orang orang yang sampai sekarang masih mau dan peduli untuk melestarikan nya.

SHARE
Previous articleMOUNTOYA, I life simply
Next articleThe Royal Surakarta Heritage
Hidup adalah sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan selalu memberikan makna yang mendalam. Percaya atau tidak, datang ke destinasi yang sama sekalipun, kalian akan selalu mendapatkan cerita yang berbeda. Jadi jangan pernah merasa bosan untuk melakukan perjalanan, terus melangkah dan bagikan pengalaman kalian kepada orang lain, layak nya aku seorang KoperTraveler

4 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here