Baduy, Sebuah catatan perjalanan

5
1125
Semuanya berawal dari sebuah postingan di twitter yang menawarkan open trip untuk berkunjung ke Pedalaman Baduy dengan biaya yang sangat terjangkau, hanya Rp. 195.000,- 
Aku nggak segera mendaftar, melainkan mencari teman yang mungkin tertarik untuk jalan bareng dan mencari informasi dari google atau blog yang menceritakan tentang Baduy, kesimpulan nya satu perjalanan yang ditempuh cukup melelahkan. Sempat terpikir mundur karena beberapa teman malah bilang jangan berangkat sekarang karena musim hujan dan ada yang mengatakan “mau lihat apa di sana?” Tapi ternyata rasa penasaran dan keinginan untuk melakukan “sesuatu” yang berbeda dengan orang kebanyakan mengalahkan segalanya. Aku tetap pergi dan berhasil menggait 6 orang teman yang juga tertarik untuk berkunjung ke Baduy.
Info yang aku dapat mengenai Baduy adalah sejarah suku Baduy Dalam dalam beberapa versi, sekedar informasi buat teman teman meskipun mungkin nggak terlalu penting saat kita nanti sudah melihat langsung kondisi di sana, ada versi masyarakat baduy, versi ahli sejarah, versi dr Va Tricht yang merupakan peneliti dari luar indonesia dan versi Prabu Siliwangi.
Finally waktunya tiba juga, malam hari sebelum berangkat sempat was was, karena cuaca yang tidak menentu dan beneran hujan, sebelum tidur aku berdoa semoga besok diberi cuaca yang mendukung keberangkatan. 
Pagi hari aku bangun jam 5 pagi, melakukan segala persiapan dan segera memesan taxi karena meeting point awal adalah Stasiun Tanah Abang. Aku cek segala perlengkapan yang harus dibawa termasuk pesan dari leader penyelenggara, di mana setiap peserta selain membayar biaya tour wajib membawa bahan makanan seperti: beras 1 liter, 2 indomie, 1 sarden besar, abon dan 2 buah apa aja. Untung nya meskipun cuaca tidak begithu cerah tapi hujan nggak datang, aku nggak lupa membawa bekal nasi bungkus untuk makan siang, karena ini juga diingatkan dalam itenarary. 
Dalam perjalanan menuju stasiun ada khabar yang kurang menggembirakan, 2 dari 6 teman aku memberitahu kalau nggak bisa ikutan, karena alasan sakit dan keperluan mendadak. Tepat pukul 7 aku sampai di stasiun, segera mencari team leader yang sesuai perjanjian semua peserta diminta berpakaian dengan warna putih dan peyelenggara menggunakan baju warna merah. Berguna juga kode tersebut, karena pas aku datang sudah ada sekumpulan orang yang menggunakan baju dengan warna tersebut dan aku yakin itu kelompok yang bakal bareng bareng selama 2 hari ini, happy juga karena ternyata total peserta yang ikut berkisar 70 an, dan selalu yang ada di benak aku adalah mendapat teman baru yang berhobby sama dan selanjutnya akan dapat info2 trip yang lain nya di kemudian hari.
Aku melakukan registrasi dan mencari teman yang memang aku ajak, rata rata mereka sudah selesai mendaftar, dan langsung kita semua diberi tiket Kereta Api Ekonomi dengan tujuan Stasiun Tanah Abang – Rangkasbitung PP dan sebuah Pin bergambar anak anak Baduy.
Pukul 8 tepat, ada pemberitahuan bahwa kereta api jurusan rangkas bitung segera diberangkatkan, semua peserta bergegas mencari gerbong di mana harus duduk, termasuk diriku. Rasa kantuk mulai menyerang dan syukurlah aku duduk dekat jendela, sehingga aku segera memanfaatkan untuk tidur saja karena perjalanan kurang lebih selama 3 jam. Kereta bergerak mengiringi mimpi aku tentang tempat yang akan aku tuju, sebuah catatan perjalanan.
Kereta mulai melambat dan sambil membuka sebelah mata lamat lamat aku lihat tulisan Rangkas Bitung, aku segera mengambil barang2 dan turun, dan pimpinan tour menunjukkan arah keluar yang tidak lazim, karena tidak melalui pintu exit melainkan justru arah sebaliknya, tapi ternyata itu jalan pintas untuk menuju terminal mobil Elf yang akan membawa kita ke meeting point kedua yaitu Ciboleger, perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam. Jangan kaget ya, sekedar info saja untuk satu mobil Elf diisi sebanyak 16 orang, sehingga penuh sedikit sesak juga apalagi ditambah kondisi jalan yang kurang bersahabat karena masih dalam perbaikan.
Sekitar pukul 12.30, sampai di Ciboleger. Turun dari mobil terlihat sebuah tugu yang sebelum nya aku banyak lihat saat mencari informasi di google, yaitu Tugu Selamat Datang yang kondisinya layak foto meskipun sebenarnya bisa lebih dirawat.
Di sini semua peserta diberi kesempatan untuk makan siang dan ibadah, aku mengambil beberapa foto dan memperhatikan sekeliling. Terlihat beberapa anak dan orang tua yang berpakaian putih dan celana model sarung pendek serta tidak beralas kaki, ini pasti orang Baduy. Benar perkiraan aku, mereka berbaur dengan masyarakat biasa dan berinteraksi seperti kehidupan kita orang kota, gambaran aku yang awalnya berpikir akan bertemu orang pedalaman masih terbelakang langsung pudar. Beberapa anak kecil mengerubuti ku, menawarkan tongkat dan kain untuk bandana. Melihat kegigihan mereka dalam menawarkan barang yang dijual, trenyuh juga dan aku membeli tongkat kayu.
Aku membuka bekal nasi bungkus yang aku beli tadi pagi. Ternyata itu sebuah alternatif yang diberikan panitya, karena di lokasi ini ada beberapa warung yang menjual makanan tapi berhubung jumlah peserta yang banyak, ditakutkan antrian pemesanan makanan menjadi lama atau malah kehabisan, jadi ada baiknya juga.
Tak terasa waktu semakin siang dan hampir pukul 2, semua peserta dikumpulkan, diberikan briefing singkat dan berkesempatan untuk berkenalan langsung dengan anak anak baduy, yang sejak kedatangan kita mereka menyambut dengan senyum ramah sedikit malu malu. 
Beberapa hal disampaikan dan info2 penting aku simak baik baik, karena sejak awal sudah ada gambaran di benak terdalam bahwa akan masuk ke sebuah pedalaman yang sampai saat ini masih menjadi misteri bagi orang awam, atau istilah lain ada hal lain yang tak nampak dari kita. Oiya sebelum trekking dimulai, kita berfoto bersama.
Jalan tanjakan menyambutku, tapi ini masih awal karena sudah merupakan jalan pada umum nya yang sudah bisa dilewati oleh kendaraan bermotor, sampai bertemu papan selamat datang di Baduy, uniknya meskipun di pedalaman yang katanya masih menggunakan sistem barter dalam jual beli antar warga nya, tapi jutru papan nama yang aku baca adalah sponsor salah satu bank di Indonesia, terlihat sebuah bentuk kepedulian.
Okay, siap siap ya, di sini awal semua perjalanan yang menurut aku memberikan sebuah catatan, isnpirasi dan perjuangan serta nantinya hikmah untuk bisa lebih bersyukur. Penasaran khan, yuk ikuti start cerita yang “the Real”nya.
Lewat dari papan selamat datang tadi, aku disuguhi beberapa tipe jalanan yang harus mau nggak mau dijalani, mulai dari yang hanya benar benar tanah, tanah bebatuan datar dan tanjakan batu dan itu akan dinikmati sepanjang perjalanan menuju pedalaman Baduy, waktu normal yang biasanya ditempuh adalah berjalan kaki selama 4 jam, sesekali menengok jam tangan dan berharap waktu berjalan cepat sesuai gerak langkahku. Sepanjang jalan kita bisa menikmati pemandangan alam hutan yang masih nature banget, tidak lama berjalan tahu tahu gerimis datang sehingga sedikit menciutkan hati juga, tapi tekad terpendam harus sampai tetap terpatri. Oiya tambahan info dari guide sekalian porter aku selama perjalanan yang mana anak Baduy yang sangat santun dan bersahabat serta setia menemani, untuk sampai di Baduy Dalam harus melewati 4 jembatan bambu yang berada di Baduy Luar. 
Gembira rasanya ketika aku melihat jembatan bambu ini, berarti sudah satu yang aku telah lalui tapi tenang aja masih ada tiga lagi, perlu diingat juga kalau hujan jembatan ini sangat licin, sehingga harus berpegangan kuat dan melihat bambu yang kita pijak. Tak berapa jauh dari jembatan ini, terlihat sebuah perkampungan Baduy Luar yang sangat nyaman, dan hujan berguyur rada deras, aku berteduh sebentar untuk mengambil foto.
Hujan mulai sedikit reda dan perjalanan dilanjutkan lagi, banyak pemandangan yang bisa dilihat dan itupun selalu mempunyai keunikan, seperti misalnya tak jauh dari perumahan warga terdengar suara gemericik air dan ternyata sebuah sungai besar yang airnya masih jernih.

Meskipun tidak langsung bersentuhan dengan air sungai tapi sudah adem ngerasanya, bersyukur juga meskipun perjalanan aku dilingkupi dengan cuaca yang kadang hujan dan sesekali bisa tahu tahu panas, jadinya stamina tubuh masih bisa terjaga. Sambil jalan, aku berbincang dengan teman teman seperjalanan dan anak Baduy yang menjadi porter. Juga tersenyum kecil memperhatikan tingkah laku anak anak Baduy yang meskipun jalanan licin, mereka tetap bisa berlari cepat sambil bercanda satu dengan yang lain nya.

Wow…dari kejauhan sudah terlihat jembatan bambu yang kedua, aku mempercepat langkah kaki, dengan tujuan untuk mengambil gambar saat kondisi jembatan tidak terlalu ramai dengan orang yang bakal melewati  nya. Kalau diperhatikan konstruksi dari jembatan ini adalah bambu yang disusun dengan ikatan tali dan ujung ujung nya mengait pada pohon besar. Sebuah konstruksi yang langka dan semuanya dikerjakan secara manual. Sekali lagi aku melewati jembatan bambu, seperti yang pertama tadi, perasaan aku kembali sumringah, karena tinggal 2 jembatan lagi yang harus aku jalani. Tak jauh dari lokasi ini, terlihat lagi bangunan rumah yang hampir sama dengan perkampungan sebelumnya, tapi setelah diperhatikan ada perbedaan yang mencolok, karena bangunan yang kali ini lebih kecil kecil tapi berjajar banyak.

Ternyata, bangunan ini bukan perumahan warga, melainkan lumbung alias tempat penyimpanan padi. Aku melihat jam di tangan, sudah menjelang sore pukul 15.45 hampir separoh perjalanan, Beberapa orang dalam rombongan mengambil waktu untuk beristirahat sebentar, dan memang ada tempat yang menjadi lintasan kita semua yang memungkinkan untuk duduk beristirahat sambil membeli minuman dingin, seperti air mineral, minuman kaleng termasuk minuman isotonik yang dijajakan oleh para pedagang yang sesekali muncul di sepanjang perjalanan.

Aku ikut beristirahat sambil membeli minuman dingin untuk sejenak melepas lelah dan dahaga, 10 menit kemudian aku memutuskan jalan lagi, karena berharap bisa sampai di Baduy Dalam sebelum gelap. Langkah kaki menjadi lebih mantab setelah diistirahatkan sejenak, tapi rintik hujan kembali datang, tetap semangat masih ada tentunya.

Karena guyuran air hujan, kondisi jalanan sedikit tidak bersahabat alias aku harus lebih hati hati, karena bisa tergelincir, Bisa dilihat di sini jalan tanjakan dan menurun yang tanahnya kurang padat. Jadi kembali terkenang masa kecil, di mana aku tinggal di sebuah perkampungan dan justru kondisi yang seperti sekarang aku alami menjadi kesenangan tersendiri bisa bermain di luar rumah sambil saling melempar tanah ke teman teman. Lamunan ku buyar juga ketika melihat jembatan ketiga yang ternyata lebih kecil dibanding dengan 2 jembatan sebelum nya.

Saat melintas jembatan ini, aku sedikit bingung mencari porter kecil yang tahu tahu menghilang dari pandangan aku, ternyata setelah berhasil melintasi jembatan ketiga ini aku melihat sebuah sungai besar lagi dan si”baduy boy” sedang santai duduk di batu dan menunggu aku

Yukkkk…semangat lagi, tinggal satu jembatan yang harus dilalui, apalagi info dari panitya jarak antara jembatan ketiga dan keempat tidak terlalu jauh. Benar juga baru berjalan sekitar 30 menit, sudah nampak jembatan yang lebih besar dari yang ketiga dan hampir mirip jembatan yang kedua, Tetapi tetap saja konstruksi nya sama percis dengan yang lain nya.

Lepas dari jembatan ke empat, jarak Baduy Luar dan Baduy Dalam semakin dekat, tetapi sebelum nya aku harus melewati sebuah tanjakan yang dikenal dengan nama Tanjakan Cinta, tak terbayangkan sebelum nya apa yang dimaksud dengan tanjakan ini, dan ternyata…

tanjakan yang membuat aku jatuh “cinta” , tanjakan yang seakan tidak ada akhir nya dan penuh tantangan untuk bisa mengalahkan, seperti semangat kita saat hendak mendapatkan seorang pacar. Tanjakan ini aku tempuh sekitar 20 menit tapi bisa terasa seperti 1 jam lebih. Dan lokasi inilah yang menjadi batasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam, Berarti sebentar lagi aku sudah tidak bisa mengambil foto karena untuk di Baduy Dalam tidak boleh menggunakan alat elektronik sama sekali. Jadi sebelum masuk lebih ke dalam aku mengambil beberapa gambar yang setidaknya bisa melukiskan alam baduy

Keindahan Baduy Dalam hanya bisa diceritakan karena adanya larangan dan memang merupakan budaya pedalaman yang masih tidak menerima bentuk alat elektronik, sehingga kamera dan handphone harus disimpan rapat rapat, Dan justru itu yang membuat sebuah misteri bagi orang orang belum pernah sampai ke sini. Perjalanan aku lanjutkan dengan menembuh hutan belantara yang sekilas bisa aku bayangkan seperti pemandangan di Lembah Baliem, Keindahan alam nya memang jempol banget, ditambah saat di ketinggian tanpa sengaja aku melihat cahaya pelangi dengan latar belakang pegunungan, sungguh luar biasa.

Sayang nya saat sampai di Baduy Dalam hari sudah mulai gelap, sehingga aku langsung menuju ke perkampungan penduduk dan mencari list nama yang sudah ditempel di masing masing rumah warga di mana aku akan menginap malam ini. Setelah menemukan rumah nya, aku segera menyerahkan bahan makanan yang sudah aku bawa kepada pemilik rumah, dan bergegas menuju sungai untuk membersihkan diri karena seharian sudah becampui dengan air hujan dan tanah. Tidak ada kamar mandi di sini, jadi semuanya dilakukan di sungai yang sudah dibagi untuk pria dan wanita. Air sungai yang dari tadi hanya bisa aku lihat sepanjang perjalanan sekarang sudah benar2 aku rasakan dingin nya, ditambah suhu udara akibat hujan sepanjang hari tadi.
Balik ke rumah menunggu sebentar sambil merapikan segala perlengkapan, aku mulai ngobrol dengan teman2 satu kamar dan pemilik rumah, sesekali ada penjaja oleh2 khas baduy yang masuk ke rumah untuk menawarkan dagangan nya. Tak lama, harum aroma indomie bercampur dengan sarden mulai tercium dan mengundang selera makan, bisa dibayangkan betapa enak nya menu tersebut, se akan akan aku makan di restaurant bintang 5.
Malam semakin larut, badan juga sudah terasa letih, dan besok harus bersiap sebelum pukul 7 pagi, membuat aku mengambil keputusan untuk segera merasakan sleeping bag yang aku rasakan saat itu seperti tidur di kasur empuk bulu angsa.

………… keesokan hari nya ….

Cahaya pagi menyeruak masuk ketika aku terbangun, di luar sudah terdengar orang lalu lalang dengan celotehan masing masing yang sebagian besar membicarakan tentang pengalaman perjalanan kemarin, ternyata ada yang mengalami kram kaki, ada yang harus menembus gelapnya malam karena jalan nya terlalu lambat. Tapi hal itu menjadi sebuah cerita yang tidak terlupakan.
Aku berkemas dan memeriksa semua bawaan, menyempatkan sarapan terlebih dahulu, karena untuk perjalanan pulang pun meskipun mengambil jalur yang berbeda dan jaraknya lebih dekat dari berangkatnya tetap saja namanya harus punya stamina.

Tepat pukul 8, semua peserta termasuk aku sudah siap untuk melakukan trekking lagi, jalan yang dilewati sebenarnya tidak jauh beda dengan saat berangkat. Tetapi pemandangan yang didapat berbeda dan justru sebaliknya, awalnya aku tidak bisa mengambil gambar apapun karena masih berada di area Baduy Dalam dan saat sampai di perkampungan Baduy Luar, aku segera mengeluarkan kamera dan mengambil foto lagi

Dalam perjalanan pulang ada satu lokasi yang bisa jadi spot foto, setelah menempuh perjalanan 2 jam, aku melihat danau yang airnya sangat tenang, meskipun harus sedikit melenceng dari rute yang dijalani tapi aku sempatkan untuk mengambil beberapa gambar, karena ini sebuah pemandangan yang berbeda, kalau kemarin kita hanya melihat beberapa sungai.

Selepas dari danau, perjalanan hanya sekitar kurang lebih sejam aku bersama sebagian teman teman sudah sampai lagi di Ciboleger, Mengambil waktu sebentar untuk beristirahat dan makan siang serta menunggu jemputan Elf yang akan membawa kita kembali Stasiun Rangkas Bitung dan balik ke Jakarta dengan kereta api.

Baduy, sebuah catatan perjalanan sudah aku tuangkan di sini, semoga mejadi inspirasi juga buat teman teman lain yang pengen melihat sendiri Alam Baduy Dalam

Tips dari Akoe :

  • Jangan lupa bawa cemilan yang mengenyangkan, karena selama perjalanan hanya ada penjual minuman tapi tidak menjual makanan
  • Siapkan stamina tubuh, karena untuk perjalanan akan ditempuh kurang lebih 4 jam untuk berangkat dan 3 jam untuk pulang nya, perjalanan yang aku maksud ini adalah yg jalan kaki, tidak termasuk waktu di KA dan Elf
  • Jas hujan harus dibawa lho ya, apalagi kalau yang bepergian pada saat musim hujan seperti aku
  • Belilah tongkat kayu yang dijual oleh anak anak kecil pada saat tiba di Ciboleger, karena itu akan sangat berguna selama perjalanan
  • Bawa lampu senter atau lampu penerangan yang bisa dibawa dengan mudah karena malam hari di Baduy dalam tidak ada listrik sama sekali.
  • Sewalah porter untuk membawa barang bawaan yang berat, karena ini akan lebih memudahkan kita dalam menempuh perjalanan.
Biayanya apa saja Gaes?
  • Untuk Open trip ke Baduy, rata rata biayanya Rp. 200.000,- termasuk Tiket KA Tanah Abang – Rangkas Bitung PP, biaya Elf dari Rangkas Bitung – Ciboleger PP, tempat tinggal di rumah penduduk selama 1 malam
  • Bahan makanan yang harus dibawa masing2 orang seperti Beras 1 liter, 2 bungkus Indomie, 1 Sarden kaleng besar, Abon dan 2 buah estimasi Rp.50.000,-
  • Beli tongkat kayu Rp. 3.000,- 
  • Bayar porter sekali jalan Rp. 30.000 jadi kalau PP tinggal dikali dua, tapi ngasih lebih pun tidak ada ruginya
Deep inside of My Heart :

Foto ini sengaja aku tampilkan, karena dalam catatan perjalanan ke Baduy, keduanya merupakan sumber kekuatan dan inspirasi nya, sehingga aku bisa sampai ke tempat tujuan

  • Nataiz Suraida, aku memanggil nya Mbak Ida, Apa khabar Mbak? Sehat selalu pastinya dan selalu semangat. Aku mengenal Mbak Ida pertama kali waktu ikutan trip bareng majalah Getlost ke Lombok, dan pada saat aku menawarkan open trip ke Baduy, Mbak Ida berminat untuk ikutan. Menjadi sebuah inspirasi buat aku, bukan hanya karena umur yang sorry aku sebutin disini (sudah kepala 5) mampu menempuh perjalanan ke Baduy, dan selama perjalanan tidak pernah sekalipun mengeluh atau menunjukkan rasa lelah, sehingga bisa menjadikan pemicu semangat selama di perjalanan dan merasa malu kalau aku yang masih lebih muda dan laki laki pula, harus menyerah. Thanks yo mbak…kapan ketemu trip bareng lagi…pokoknya sampeyan OK puolllll….
  • Agus, “Baduy Boy”. Apa khabar nya nih? Kalau ada yang membaca blog ini, dan akan jalan ke Baduy, sampaikan salam aku ya. Teman kecil setia selama perjalanan dan yang membawakan tas berat aku, merupakan sosok yang membuatku semakin bersyukur atas apa yang aku jalani dalam hidup ini. Agus anak Baduy Dalam yang masih berumur 14 tahun, sudah mau berkerja sebagai porter dengan melakukan perjalanan tanpa alas kaki dengan rute yang sama, sedangkan kadang kita dengan naik mobil yang ber AC dengan rute yang sama bisa boring sendiri dan bahkan kadang menggerutu hanya karena macet. Satu hal yang aku lihat dari sosok Agus adalah tingkah laku dan sopan santun nya tidak kalah dengan anak kota, meskipun ybs hidup dalam peradaban yang masih belum seperti “dunia luar”. Meskipun sudah bersikap dewasa, jiwa anak anak nya tidak hilang, itu yang membuat nature banget, sesekali dia bersama teman nya berlari sambil tertawa melompati gundukan tanah basah khas Baduy. 
Satu lagi yang aku tampilkan di sini, sebuah catatan perjalanan tidak bisa semuanya aku ceritakan sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh teman teman yang membaca, tapi mungkin foto ini bisa lebih bercerita mengenai sebuah catatan perjalanan ke Baduy….love it….
SHARE
Previous articleAir Terjun Temburun, Tarempa Anambas
Next articleThree Bears
Hidup adalah sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan selalu memberikan makna yang mendalam. Percaya atau tidak, datang ke destinasi yang sama sekalipun, kalian akan selalu mendapatkan cerita yang berbeda. Jadi jangan pernah merasa bosan untuk melakukan perjalanan, terus melangkah dan bagikan pengalaman kalian kepada orang lain, layak nya aku seorang KoperTraveler

5 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here