Meskipun tidak langsung bersentuhan dengan air sungai tapi sudah adem ngerasanya, bersyukur juga meskipun perjalanan aku dilingkupi dengan cuaca yang kadang hujan dan sesekali bisa tahu tahu panas, jadinya stamina tubuh masih bisa terjaga. Sambil jalan, aku berbincang dengan teman teman seperjalanan dan anak Baduy yang menjadi porter. Juga tersenyum kecil memperhatikan tingkah laku anak anak Baduy yang meskipun jalanan licin, mereka tetap bisa berlari cepat sambil bercanda satu dengan yang lain nya.
Wow…dari kejauhan sudah terlihat jembatan bambu yang kedua, aku mempercepat langkah kaki, dengan tujuan untuk mengambil gambar saat kondisi jembatan tidak terlalu ramai dengan orang yang bakal melewati nya. Kalau diperhatikan konstruksi dari jembatan ini adalah bambu yang disusun dengan ikatan tali dan ujung ujung nya mengait pada pohon besar. Sebuah konstruksi yang langka dan semuanya dikerjakan secara manual. Sekali lagi aku melewati jembatan bambu, seperti yang pertama tadi, perasaan aku kembali sumringah, karena tinggal 2 jembatan lagi yang harus aku jalani. Tak jauh dari lokasi ini, terlihat lagi bangunan rumah yang hampir sama dengan perkampungan sebelumnya, tapi setelah diperhatikan ada perbedaan yang mencolok, karena bangunan yang kali ini lebih kecil kecil tapi berjajar banyak.
Ternyata, bangunan ini bukan perumahan warga, melainkan lumbung alias tempat penyimpanan padi. Aku melihat jam di tangan, sudah menjelang sore pukul 15.45 hampir separoh perjalanan, Beberapa orang dalam rombongan mengambil waktu untuk beristirahat sebentar, dan memang ada tempat yang menjadi lintasan kita semua yang memungkinkan untuk duduk beristirahat sambil membeli minuman dingin, seperti air mineral, minuman kaleng termasuk minuman isotonik yang dijajakan oleh para pedagang yang sesekali muncul di sepanjang perjalanan.
Aku ikut beristirahat sambil membeli minuman dingin untuk sejenak melepas lelah dan dahaga, 10 menit kemudian aku memutuskan jalan lagi, karena berharap bisa sampai di Baduy Dalam sebelum gelap. Langkah kaki menjadi lebih mantab setelah diistirahatkan sejenak, tapi rintik hujan kembali datang, tetap semangat masih ada tentunya.
Karena guyuran air hujan, kondisi jalanan sedikit tidak bersahabat alias aku harus lebih hati hati, karena bisa tergelincir, Bisa dilihat di sini jalan tanjakan dan menurun yang tanahnya kurang padat. Jadi kembali terkenang masa kecil, di mana aku tinggal di sebuah perkampungan dan justru kondisi yang seperti sekarang aku alami menjadi kesenangan tersendiri bisa bermain di luar rumah sambil saling melempar tanah ke teman teman. Lamunan ku buyar juga ketika melihat jembatan ketiga yang ternyata lebih kecil dibanding dengan 2 jembatan sebelum nya.
Saat melintas jembatan ini, aku sedikit bingung mencari porter kecil yang tahu tahu menghilang dari pandangan aku, ternyata setelah berhasil melintasi jembatan ketiga ini aku melihat sebuah sungai besar lagi dan si”baduy boy” sedang santai duduk di batu dan menunggu aku
Yukkkk…semangat lagi, tinggal satu jembatan yang harus dilalui, apalagi info dari panitya jarak antara jembatan ketiga dan keempat tidak terlalu jauh. Benar juga baru berjalan sekitar 30 menit, sudah nampak jembatan yang lebih besar dari yang ketiga dan hampir mirip jembatan yang kedua, Tetapi tetap saja konstruksi nya sama percis dengan yang lain nya.
Lepas dari jembatan ke empat, jarak Baduy Luar dan Baduy Dalam semakin dekat, tetapi sebelum nya aku harus melewati sebuah tanjakan yang dikenal dengan nama Tanjakan Cinta, tak terbayangkan sebelum nya apa yang dimaksud dengan tanjakan ini, dan ternyata…
tanjakan yang membuat aku jatuh “cinta” , tanjakan yang seakan tidak ada akhir nya dan penuh tantangan untuk bisa mengalahkan, seperti semangat kita saat hendak mendapatkan seorang pacar. Tanjakan ini aku tempuh sekitar 20 menit tapi bisa terasa seperti 1 jam lebih. Dan lokasi inilah yang menjadi batasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam, Berarti sebentar lagi aku sudah tidak bisa mengambil foto karena untuk di Baduy Dalam tidak boleh menggunakan alat elektronik sama sekali. Jadi sebelum masuk lebih ke dalam aku mengambil beberapa gambar yang setidaknya bisa melukiskan alam baduy
Keindahan Baduy Dalam hanya bisa diceritakan karena adanya larangan dan memang merupakan budaya pedalaman yang masih tidak menerima bentuk alat elektronik, sehingga kamera dan handphone harus disimpan rapat rapat, Dan justru itu yang membuat sebuah misteri bagi orang orang belum pernah sampai ke sini. Perjalanan aku lanjutkan dengan menembuh hutan belantara yang sekilas bisa aku bayangkan seperti pemandangan di Lembah Baliem, Keindahan alam nya memang jempol banget, ditambah saat di ketinggian tanpa sengaja aku melihat cahaya pelangi dengan latar belakang pegunungan, sungguh luar biasa.
Sayang nya saat sampai di Baduy Dalam hari sudah mulai gelap, sehingga aku langsung menuju ke perkampungan penduduk dan mencari list nama yang sudah ditempel di masing masing rumah warga di mana aku akan menginap malam ini. Setelah menemukan rumah nya, aku segera menyerahkan bahan makanan yang sudah aku bawa kepada pemilik rumah, dan bergegas menuju sungai untuk membersihkan diri karena seharian sudah becampui dengan air hujan dan tanah. Tidak ada kamar mandi di sini, jadi semuanya dilakukan di sungai yang sudah dibagi untuk pria dan wanita. Air sungai yang dari tadi hanya bisa aku lihat sepanjang perjalanan sekarang sudah benar2 aku rasakan dingin nya, ditambah suhu udara akibat hujan sepanjang hari tadi.
Balik ke rumah menunggu sebentar sambil merapikan segala perlengkapan, aku mulai ngobrol dengan teman2 satu kamar dan pemilik rumah, sesekali ada penjaja oleh2 khas baduy yang masuk ke rumah untuk menawarkan dagangan nya. Tak lama, harum aroma indomie bercampur dengan sarden mulai tercium dan mengundang selera makan, bisa dibayangkan betapa enak nya menu tersebut, se akan akan aku makan di restaurant bintang 5.
Malam semakin larut, badan juga sudah terasa letih, dan besok harus bersiap sebelum pukul 7 pagi, membuat aku mengambil keputusan untuk segera merasakan sleeping bag yang aku rasakan saat itu seperti tidur di kasur empuk bulu angsa.
………… keesokan hari nya ….
Cahaya pagi menyeruak masuk ketika aku terbangun, di luar sudah terdengar orang lalu lalang dengan celotehan masing masing yang sebagian besar membicarakan tentang pengalaman perjalanan kemarin, ternyata ada yang mengalami kram kaki, ada yang harus menembus gelapnya malam karena jalan nya terlalu lambat. Tapi hal itu menjadi sebuah cerita yang tidak terlupakan.
Aku berkemas dan memeriksa semua bawaan, menyempatkan sarapan terlebih dahulu, karena untuk perjalanan pulang pun meskipun mengambil jalur yang berbeda dan jaraknya lebih dekat dari berangkatnya tetap saja namanya harus punya stamina.
Tepat pukul 8, semua peserta termasuk aku sudah siap untuk melakukan trekking lagi, jalan yang dilewati sebenarnya tidak jauh beda dengan saat berangkat. Tetapi pemandangan yang didapat berbeda dan justru sebaliknya, awalnya aku tidak bisa mengambil gambar apapun karena masih berada di area Baduy Dalam dan saat sampai di perkampungan Baduy Luar, aku segera mengeluarkan kamera dan mengambil foto lagi
Dalam perjalanan pulang ada satu lokasi yang bisa jadi spot foto, setelah menempuh perjalanan 2 jam, aku melihat danau yang airnya sangat tenang, meskipun harus sedikit melenceng dari rute yang dijalani tapi aku sempatkan untuk mengambil beberapa gambar, karena ini sebuah pemandangan yang berbeda, kalau kemarin kita hanya melihat beberapa sungai.
Selepas dari danau, perjalanan hanya sekitar kurang lebih sejam aku bersama sebagian teman teman sudah sampai lagi di Ciboleger, Mengambil waktu sebentar untuk beristirahat dan makan siang serta menunggu jemputan Elf yang akan membawa kita kembali Stasiun Rangkas Bitung dan balik ke Jakarta dengan kereta api.
Baduy, sebuah catatan perjalanan sudah aku tuangkan di sini, semoga mejadi inspirasi juga buat teman teman lain yang pengen melihat sendiri Alam Baduy Dalam
Tips dari Akoe :
- Jangan lupa bawa cemilan yang mengenyangkan, karena selama perjalanan hanya ada penjual minuman tapi tidak menjual makanan
- Siapkan stamina tubuh, karena untuk perjalanan akan ditempuh kurang lebih 4 jam untuk berangkat dan 3 jam untuk pulang nya, perjalanan yang aku maksud ini adalah yg jalan kaki, tidak termasuk waktu di KA dan Elf
- Jas hujan harus dibawa lho ya, apalagi kalau yang bepergian pada saat musim hujan seperti aku
- Belilah tongkat kayu yang dijual oleh anak anak kecil pada saat tiba di Ciboleger, karena itu akan sangat berguna selama perjalanan
- Bawa lampu senter atau lampu penerangan yang bisa dibawa dengan mudah karena malam hari di Baduy dalam tidak ada listrik sama sekali.
- Sewalah porter untuk membawa barang bawaan yang berat, karena ini akan lebih memudahkan kita dalam menempuh perjalanan.
- Untuk Open trip ke Baduy, rata rata biayanya Rp. 200.000,- termasuk Tiket KA Tanah Abang – Rangkas Bitung PP, biaya Elf dari Rangkas Bitung – Ciboleger PP, tempat tinggal di rumah penduduk selama 1 malam
- Bahan makanan yang harus dibawa masing2 orang seperti Beras 1 liter, 2 bungkus Indomie, 1 Sarden kaleng besar, Abon dan 2 buah estimasi Rp.50.000,-
- Beli tongkat kayu Rp. 3.000,-
- Bayar porter sekali jalan Rp. 30.000 jadi kalau PP tinggal dikali dua, tapi ngasih lebih pun tidak ada ruginya
Foto ini sengaja aku tampilkan, karena dalam catatan perjalanan ke Baduy, keduanya merupakan sumber kekuatan dan inspirasi nya, sehingga aku bisa sampai ke tempat tujuan
- Nataiz Suraida, aku memanggil nya Mbak Ida, Apa khabar Mbak? Sehat selalu pastinya dan selalu semangat. Aku mengenal Mbak Ida pertama kali waktu ikutan trip bareng majalah Getlost ke Lombok, dan pada saat aku menawarkan open trip ke Baduy, Mbak Ida berminat untuk ikutan. Menjadi sebuah inspirasi buat aku, bukan hanya karena umur yang sorry aku sebutin disini (sudah kepala 5) mampu menempuh perjalanan ke Baduy, dan selama perjalanan tidak pernah sekalipun mengeluh atau menunjukkan rasa lelah, sehingga bisa menjadikan pemicu semangat selama di perjalanan dan merasa malu kalau aku yang masih lebih muda dan laki laki pula, harus menyerah. Thanks yo mbak…kapan ketemu trip bareng lagi…pokoknya sampeyan OK puolllll….
- Agus, “Baduy Boy”. Apa khabar nya nih? Kalau ada yang membaca blog ini, dan akan jalan ke Baduy, sampaikan salam aku ya. Teman kecil setia selama perjalanan dan yang membawakan tas berat aku, merupakan sosok yang membuatku semakin bersyukur atas apa yang aku jalani dalam hidup ini. Agus anak Baduy Dalam yang masih berumur 14 tahun, sudah mau berkerja sebagai porter dengan melakukan perjalanan tanpa alas kaki dengan rute yang sama, sedangkan kadang kita dengan naik mobil yang ber AC dengan rute yang sama bisa boring sendiri dan bahkan kadang menggerutu hanya karena macet. Satu hal yang aku lihat dari sosok Agus adalah tingkah laku dan sopan santun nya tidak kalah dengan anak kota, meskipun ybs hidup dalam peradaban yang masih belum seperti “dunia luar”. Meskipun sudah bersikap dewasa, jiwa anak anak nya tidak hilang, itu yang membuat nature banget, sesekali dia bersama teman nya berlari sambil tertawa melompati gundukan tanah basah khas Baduy.
baduy masuk destinasi wisata … must go
tapi belum kesampean … he he …
tulisannya sangat informatif …
layak buat dikunjungi dan dijadikan sebuah pengalaman lho…
Duh, ak emang pengen banget ke Baduy. Masih ada gak ya open tripnya?
Koh itu wajib banget ya bawa makanan dari rumah…….
Kalo tidak membawa koh, apa yang terjadi
alooo, karena itu memang khan aku ikutan opentrip, jadi bayar uang plus bawa bahan pokok makanan dan buah. Begithu kak