Sebelumnya aku sampaikan terlebih dahulu, ketika kalian membaca tulisan aku tentang Vietnam kali ini, jangan terlalu berharap banyak akan mendapatkan sebuah rute perjalanan yang bisa jadi panutan, tapi bacalah ini sebagai sebuah catatan perjalanan dan gambaran secara garis besar tentang sebagian kecil dari wisata yang ada di Vietnam.
Jadi, sebenarnya jalan jalan ke Vietnam, tidak ada dalam bucket list aku tahun ini, tapi hanya karena melihat sebuah penawaran yang menarik, dari sebuah instastory di salah satu akun Instagram yang aku follow, akhirnya aku memutuskan untuk bergabung dengan 8 orang lainnya, yang belum aku kenal sama sekali. Sekitar 1 bulan sebelum jadwal keberangkatan dan pastinya setelah melunasi segala kewajiban, aku dimasukkan ke dalam group WA, dari sini kita mulai mengenal satu dengan yang lainnya. Baru 2 minggu, ternyata 2 orang yang sudah mendaftar, menyatakan tidak jadi berangkat karena alasan pekerjaan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan. Untungnya, masih sempat mencari penggantinya, sehingga kita tetap ber Sembilan.
Sekali lagi di sini aku sampaikan, kalau foto dengan tulisan nggak ada hubungannya ya, tapi meskipun “gimmick”, foto yang aku ambil di Vietnam lho, bukan Negara lain hehe. Singkatnya, pas tanggal 6 April 2018, ketika matahari belum juga muncul, aku sudah ada di Bandara Soekarno Hatta. Tempat meeting point sudah ditentukan, Solaria yang ada di Gate 3 Terminal D, satu persatu datang dengan sikap santun dan sedikit malu malu. Untunglah tak berapa lama, layaknya es batu, suasana mencair dengan pembicaraan yang tanpa arah, yang penting ada bahan omongan.
Jam menunjukkan pukul 07.00 pagi, kami memutuskan untuk segera masuk ke dalam dan melakukan check in. Di sini “drama pertama” terjadi, dari 9 orang yang ikut, ada satu orang yang boarding pass nya nggak bisa dicetak, beberapa kali dicoba tetap saja tak bisa, ternyata ketika dilihat lagi, tanggal berangkat nya benar tanggal 6 tapi ternyata bulannya Mei, alhasil kita semua harus menunggu kurang lebih satu jam untuk urusan ganti tiket dan mencari tiket lanjutan dari Kualalumpur ke Vietnam. (di sini aku mendapat sebuah catatan bahwa pada saat kita memesan tiket, harus benar2 konsentrasi dalam memasukkan data)
Yesss, akhirnya kita jadi berangkat semua ke Vietnam, dengan menggunakan Malindo Airlines, yang memang harganya jauh lebih murah dari Air Asia, yang sekarang bukan maskapai yang bisa dibilang dengan kata budget lagi hehe, kalau dulu memang terasa paling murah, tapi belakangan kok nggak, eh…malah jadi curhat. Dari Jakarta ke Vietnam, kita harus transit di Kualalumpur sebentar, dan selama perjalanan yang ada hanya kata tepar, alias bobok sepanjang berada di dalam pesawat.
Sore hari, kami menginjakkan kaki di Bandara yang ada di Ho Chi Minh, aku nggak menyangka kalau ternyata antrian imigrasi sama panjang antriannya seperti di Kualalumpur, berarti bisa disimpulkan bahwa Vietnam ini merupakan salah satu tujuan wisata di Asia. Kurang lebih satu jam waktu yang diperlukan untuk bisa mendapatkan cap stempel untuk ijin tinggal selama 30 hari di Negara ini.

Setelah semua beres, kami naik bus dari Bandara menuju ke area District 1 yang merupakan tempat turis dengan pilihan banyak hotel, mulai hotel kelas melati sampai bintang 5. District 1 memang merupakan pusat turis yang dekat dengan pusat belanja souvenir dan makanan halal. Setelah melakukan proses check in dan meletakkan barang di dalam kamar, karena hari sudah menjelang gelap, kami memutuskan untuk mencari makan. Sengaja memilih tempat makan dengan, nama yang memang sangat halal, seperti misalnya ada kedai Alhamdulilah atau pakai nama Haji … supaya tidak ragu lagi.
Perut sudah kenyang dan sekarang masih ada waktu untuk belanja oleh oleh, kita menuju daerah di dekat pasar Ben Thanh yang banyak menjual souvenir, baju, tas, makanan dan lain sebagainya. Nah “drama kedua” terjadi, salah seorang teman tertarik ingin membeli kopi bubuk dalam kemasan 500 gr, ketika bertanya berapa harganya, sang penjual menjawab 430, kita bingung ini 430 apa, 430 Vietnam Dong (singkatannya VND ya hehe, supaya nggak kepanjangan ngetiknya) atau 430.000 VND, karena teman yang ingin membeli bingung, akhirnya kita sibuk berdiskusi, eh si penjual malah nyeletuk, yang mau beli siapa, jangan semuanya ikutan bicara. Walahhhh pikir aku, yang bener aja hehe, khan ya kita berhak musyawarah dan mufakat. Ketika teman bilang terlalu mahal akhirnya dia turunkan jadi 300.000 VND, temen aku langsung galau, kok turunnya drastis sekali, akhirnya dia tawar 200.000 VND, tanpa ba bi bu, langsung dikasih, dasar temenku satu ini juga rada nekad, eh bilang lagi udah nggak jadi 200.000, maunya 100.000 VND, jelas aja si penjual marah marah, sambil menggerutu tetap memasukkan kopi kemasan itu ke dalam tas plastik, kemudian memberikan ke teman aku dan meminta uang 100.000 VND. (untuk pengalaman ini, aku mencatat bahwa sebaiknya kalau kita ke tempat jual beli yang harus tawar menawar, sebaiknya kita punya bahan perbandingan dulu. Oiya sekedar info ke kalian, harga kopi yang dibeli oleh teman aku sebenarnya hanya 50.000 VND dan itu kita lihat di sebuah minimarket hehe)
Malam pertama, tapi ini bukan malam habis nikahan ya, kami menginap di kota Ho Chi Minh, dan pagi harinya harus bangun jam 5, karena kita semua mau jalan jalan di kota Mui Ne. Semalam sebelum pada tidur, kita sudah mendapat briefing mengenai perjalanan ke Mui Ne yang memakan waktu 6 jam perjalanan dengan meggunakan bus. Berangkat kita mendapatkan bus dengan tempat duduk yang posisi bangkunya untuk tiduran, sedangkan pulangnya mendapatkan kursi biasa.
Bangun subuh dan perjalanan selama 6 jam di dalam bus serta selingan “drama ketiga” terbayar ketika sampai di Mui Ne, kita tinggal di sebuah hotel yang ok banget dan pemandangan yang kita lihat di luar ekpektasi, sekedar gambaran, bolehlah kalian lihat gambar2 hasil jepretan aku di bawah ini dengan nama sesuai yang tertulis hehe… Oiya drama nya adalah, saat menjelang berangkat naik bus, kita menunggu di depan counter penjualan tiket, eh tahu tahu ada yang teriak teriak Mui Ne Mui Ne, jadi aku dan teman teman bergegas ikut arus orang orang yang jalan mengikuti petugas dari travel, aku bepikir bakalan digiring ke terminal bus atau pool bus, ternyata bus yang mau kita tumpangi berhenti di pinggir jalan, dan aku saat itu membayangkan perjalanan 6 jam, posisi sekarang pengen buang air kecil, dan langsung shock ketika bertanya toilet dimana? Jawab sang petugas dengan santai, ada di counter tiket yang tadi kita menunggu, alhasil aku kencing sembarangan di balik bangunan. (jadi ini catatan nya adalah: sebaiknya kalau mau berangkat naik kendaraan umum dan lihat ada toilet untuk buang air kecil, segera laksanakan dulu)




Puas bermain di sahara Mui Ne, kita balik lagi ke kota Ho Chi Minh, ada beberapa tempat wisata yang jadi andalan kota ini, bisa ditempuh dengan jalan kaki saja, tapi itupun, karena sebagian dari kita mungkin bukan hobby masuk museum, malah ada yang hanya foto foto di taman.
Selama berada di Ho Chi Minh City, ada drama terakhir yang bisa aku ceritakan, masih ingatkan ini “drama keempat” dimana terjadi saat kami mau makan malam, beberapa teman masih di atas alias di kamar hotel, dan sebagian sudah menunggu di depan hotel. Satu diantaranya, entah nganggur atau gimana, saat ada yang nawarin semir sandal, langsung diterima dan sambil menunggu ybs mendapat pinjaman sandal jepit. Nah saat semua sudah kumpul, malah tuh sandal belum selesai dikerjain. Jadi kami memutuskan untuk jalan ke tempat makan dulu dan teman yang menunggu sandalnya dikerjakan, kita tinggal. Setelah beberapa waktu, teman aku menyusul dan yang bikin kita kaget, kenapa kok pakai sandal jepit, belum sempat bertanya kepada ybs, tahu tahu orang yang menawarkan jasa semir sandal itu, tahu tahu muncul. Ternyata pemasalahannya adalah dari harga yang diminta, temenku shock karena setelah sandal itu selesai, dipatok 350.000 VND, padahal kalau beli sandal baru palingan harganya 200.000 VND, tragisnya karena temanku tetap tidak mau bayar, sandal jepit nya direbut paksa juga hehe, jadi dia kehilangan sandal. (catatan aku tentang hal ini, bertanyalah terlebih dahulu jika memang ingin menggunakan sebuah jasa di negeri orang, karena ini juga semata bukan kesalahan dari si tukang semir, tapi kitanya yang kurang waspada)


Okay, kira kira begitulah catatan perjalanan yang aku dapat selama di Vietnam bersama travelmate yang punya masing masing karakter, banyak pengalaman yang aku dapat, dan pastinya dengan membaca ini kalian sedikit banyak sudah bisa lihat Vietnam dari sisi aku, bukan untuk dijadikan itinerary hehe, nanti malah pada nyasar kalau ngikutin aku. Dan satu lagi di akhir cerita sebelum semua Tanya apa drama kelima adalah (sengaja tanpa highlight) : semua travelmate aku nggak bisa tidur, karena kalau giliran sekamar dengan aku, mereka mendengar musik pengantar tidur yang bikin trauma hehe
Nah, sebagai penutup cerita, ayo kita makan bareng, lupakan semua pengalaman pahit dan ingatlah memori yang indah saja, sambil mencicipi menu makanan khas Vietnam yang sebenarnya di Indonesia pun banyak dijual, tapi ini yang original lho. Yummy banget…

Catatan kaki: cerita ini benar2 berdasarkan pengalaman yang aku dapat, sengaja aku tak menyebutkan nama, karena takut nya travel mate aku yang memang orang2 terkenal di area nya masing masing, menjadi terganggu privacy nya hehe… jadi liat saja punggung mereka di cover cerita ini. Thank for all of you, yang sudah jadi tarvelmate aku di Vietnam.
Aku nunggu tahun ini aja deh, semoga bisa ke vietnam biar bisa pecah telor koh
Kak,pas di bagian imigrasi, bayar gak buat dapat stamp? Thx infonya..
lho kalau paspor Indonesia nggak bayar apa apa, bebas visa kok
itu beli pho (gambar terakhir) nya dimana? halal kan?
Kak mau tanya. Kira2 tiket PP indo- vietnam kemudia balik lagi totalnya brp ya???
3 juta pulang pergi, sekitar githu