Langit biru dan awan putih berarak di atas bumi Papua mengiringi perjalanan aku, dengan menggunakan kapal boat, menuju Kampung Tablanusu di kawasan Depapre, Jayapura. Ini merupakan kampung kedua, dalam kunjungan kali ini, setelah Kampung Tablasupa yang jaraknya juga tidak terlalu jauh.
Kapal boat yang aku tumpangi, melintasi perairan laut yang sangat tenang, benar benar semesta mendukung, karena cuaca juga sangat cerah. Dari kejauhan sudah tampak garis pantai dengan jajaran pohon kelapa yang daunnya melambai lambai karena terpaaan angin. Terlihat beberapa anak kecil sedang bermain di batu karang yang menyeruak di perairan tersebut.
Jangkar besi dilemparkan oleh anak buah kapal, aku sudah siap turun dan melihat ada apa di Kampung Tablanusu. Saat kaki sudah menginjak bibir pantai, ada sesuatu yang unik, yang mana biasanya pesisir pantai identik dengan pasir, justru aku menginjak bebatuan hitam dengan berbagai ukuran.
Masuk lebih dalam, aku bertemu dengan jembatan yang berada di tengah perkampungan, dimana dibawah nya terdapat aliran air yang ternyata itu justru bukan terusan dari laut, melainkan justru air yang mengalir ke arah laut, dan airnya pun merupakan air tawar dan bukan air asin.
Sepanjang jalan di Kampung Tablanusu diselimuti oleh bebatuan, sama dengan yang aku injak di pesisir pantai tadi. Kampung ini merupakan salah satu kampung di kawasan Dipapre yang sudah dicanangkan sebagai desa wisata, yang mana kalau mau ditelusuri lebih dalam dan kita mempunyai waktu menginap di sini, kita bisa melihat langsung wisata yang dimiliki, diantaranya: wisata hutan, wisata pantai, wisata danau, wisata sejarah serta wisata budaya.
Berada di tengah perkampungan ini, terasa sangat nyaman. Karena meskipun tempatnya terbuka, tapi kita terlindung oleh dedaunan pohon kelapa yang menjulang tinggi, sehingga teriknya panas matahari tak langsung menyengat kita, melainkan bisa disaring oleh nyiur yang melambai.
Sambil menikmati sore di pinggir pantai, kita bisa duduk di bangunan saung yang memang disediakan untuk disewa, sambil memesan buah kelapa utuh ke warga setempat, yang mana mereka langsung mengambil dari pohonnya dengan keahlian memanjat yang tidak usah diragukan lagi, dalam sekejap sudah tersaji di depan kita.
Kampung Tablanusu sendiri juga mendapat julukan Kampung Batu Menangis, karena kalau saat kita berjalan, akan menginjak bebatuan, dan bunyi gesekan antar batu tersebut, terdengar seperti isak tangis, tapi meskipun begitu, warga kampung disini tetap ceria dengan masih menunjukkan sisi kental kearifan local, dimana dengan keramahan nya.
Seperti yang aku sampaikan sebelumnya, bahwa di Kampung Tablanusu ada wisata danau, saat aku hendak pulang dan meninggalkan kampung ini, melalui jalan darat, jadi menggunakan mobil untuk balik ke kota. Aku melihat danau yang sangat indah di samping lahan parkir. Danau ini merupakan danau air tawar yang didalam nya banyak ikan dan sebagian warga juga membuat tambak tambak kecil untuk memelihara ikan.
Sebagai tambahan informasi, meskipun Kampung Tablanusu ini ukurannya tidak terlalu besar, ternyata di dalam nya ada 10 suku yang hidup rukun, di antaranya: Sumile, Danya, Suwae, Apaserai, Serantow, Wambena, Semisu, Selli, Yufuwai dan Yakurimken. Dan, sekarang saatnya aku harus kembali ke Sentani, dengan membawa sebuah kenangan indah di Kampung Tablanusu.
Wouuw … satu perkampungan pemandangan sekeren ini …, mantaap 👍
Lengkap pula ada danau, dan wisata adat budaya juga.
Cakep banget viewnya.
Iya, kalau ada kesempatan kamu harus main ke Sentani, Jayapura